Jumat, 14 Mei 2010

Percakapan yang Sia-sia : Menasehati dan Mengkritik Menciptakan Jarak dan Kekecewaan

Banyak orang tua merasa kecewa ketika mengobrol dengan anak-anak mereka, sebab obrolan mereka tidak menentu arahnya, sebagaimana digambarkan oleh ucapan : “Kamu pergi kemana saja?”, “Keluar”. “Apa yang kamu lakukan?” “Tidak ada”. Orangtua yang berusaha bersikap sewajarnya merasakan betapa letihnya usaha ini. Malah seorang ibu berkata, “Saya berusaha keras berbicara dengan anak saya, tetapi dia tidak mau mendengarkan saya. Dia hanya mendengar ucapan saya jika saya berteriak.”

Seringkali anak-anak tidak mau dinasehati, diajak bicara, dan dikritik. Mereka merasa bahwa orangtua mereka terlalu banyak bicara. David, yang berusia 8 tahun, berkata kepada ibunya, ”Ketika saya mengajukan pertanyaan yang pendek, mengapa ibu menjawab dengan kalimat yang begitu panjang?” Kepada teman-temannya dia berkata, ”Saya tidak mau bercerita apa pun juga kepada ibu saya. Kalau saya memulainya, saya tidak akan mempunyai waktu lagi untuk bermain”.

Seorang pengamat yang kebetulan mendengarkan percakapan antara anak dan orangtua ini menyimpulkan bahwa komunkasi di dalam keluarga ini tidak berjalan dengan baik. Percakapan mereka tidak menyambung. Yang satu mengkritik dan yang lain memerintah, yang satu menyangkal dan yang lain memohon. Tragedi komunikasi seperti initerjadi bukan kerena kurangnya kasih sayang, melainkan karena kurangnya penghargaan; bukan karena kurangnya kepintaran, melainkan karena kurangnya keterampilan berkomunikasi.

Bahasa yang kita pakai dalam kehidupan sehari-hari tidak memadai untuk berkomunikasi secara berarti dengan anak-anak. Agar dapat berkomunikasi dengan anak-anak secara baik dan mengurangi rasa frustasi, sebagai orangtua perlu mempelajari cara yang paling tepat untuk berkomunikasi dengan anak-anak kita.

Tidak ada komentar: