Rabu, 24 Februari 2010

Sakratul Maut

Katakanlah, “Sesungguhnya kematian yang kamu lari darinya, maka sesungguhnya kamatian itu akan menemuimu, kemudian kamu akan dikembalikan kepada ( Allah ) yang mengetahui yang gaib dan yang nyata, lalu Dia beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan ( Q. S. 62 : 8 ).

Siapapun orangnya, tua muda, besar kecil, kaya miskin, pintar bodoh suatu saat pasti akan didatangi kematian. Pepatah Minang mengatakan mumbang jatuah kalapo jatuah. Artinya, yang kecil ada yang meninggal,yang muda ada yang meninggal, yang tua juga ada yang meninggal, bahkan yang masih dalam kandungan, belum sempat lahir ke dunia, juga ada yang meninggal.

Jika kita pergi berjalan-jalan melihat ke pemakaman ,maka kita akan mendapat berbagai macam ukuran kuburan, ada yang pendek, menengah ,dan panjang. Artinya, orang hidup itu ada yang mati ketika kecil, ketika muda,dan ketika tua. Tak ada cara menghindarinya. Tak ada jalan menjauhinya. Walaupun dibuat peti besi berlapis yang dikunci rapat lalu ditempatkan di ujung dunia yang tersembunyi, namun bila maut telah tiba, sedetik tak bisa dimundurkan, sedetik tak bisa dimajukan ,dia pasti akan menemui manusia.

Sekiranya orang yang paling kaya di dunia ini mengumpulkan seluuh harta kekayaanya untuk menyogok malaikat Maut supaya tidak mencabut nyawanya atau mengundurkan pencabutannya agak setahun, dua tahun , atau sampai ia sudah menikah ,tamat sekolah, tamat pascasarjana, dapat gelar profesor, atau sesaat sekedar pulang ke rumah untuk menyampaikan sesuatu yang penting kepada istrinya., niscaya tidak akan bisa juga.

Suatu kisah, pada suatu hari, nabi Sulaiman telah merima kedatangan seorang tamu. Tamu itu mendapat kabar bahwa Sulaiman adalah nabi yang bisa menguasai jin, mengerti bahasa binatang, kaya raya, dan menguasai angin. Oleh karena itu, ia ingin minta tolong supaya diantarkan ke Cina dengan perantaraan angin. Singkatnya, dikabulkanlah permintaan tamunya itu.

Ketika sulaiman dan tamunya sedang bercakap-cakap tadi, di suatu sudut nampak olehnya malaikat Israil selalu menatap keheranan kapada tamunya. Sulaiman bertanya, “ Wahai Israil mengapa engkau selalu melulu melihat kepada tamuku tadi, disaat kami sedang asyik bercakap-cakap ?” Israil menjawab, “ Aku heran, rasa- rasanya Tuhan salah memberikan tugas kepadaku, dalam catatan , aku diperintahkan untuk mencabut nyawa tamumu tadi di Cina hari ini, tapi mengapa dia masih di sini ? Setelah mendengar permintaan orang itu kepadamu, barulah aku menyadari bahwa keputusan Tuhan tidak salah.

Dari kisah singkat di atas, terlihat bahwa kemanapun akan pergi , apabila kematian telah tiba, tak ada jalan untuk mengelakkannya, tak ada yang bisa menghalanginya, tak ada yang bisa menyogoknya. Semuanya pasti akan merasakannya.

Bagaimanakah rasanya ketika menghadapi sakratul maut ? Banyak pendapat yang bisa diungkapkan untuk menjelaskan itu.

Dikatakan bahwa setelah nabi Musa as. wafat, beliau menemui Allah Swt. Allah Swt. bertanya kepadanya, “ Bagaimanakah engkau melewati kematianmu ?” Ia menjawab, “Aku melihat nyawaku seperti seekor burung yang sedang digoreng, tetapi tidak mati, dan tidak dapat terbang atau lari”. Riwayat lain menyebutkan bahwa keadaannya seperti seekor kambing yang dikupas kulitnya dalam keadaan hidup.

Nabi Ibrahim as. mengatakan sakitnya mati itu seperti panasnya besi dibakar, diletakkan pada kain sutera yang basah, lalu nyawanya ditarik. Rasulullah Saw. mengatakan bahwa andaikan malaikat Israil tahu sakitnya mati, maka dia tidak akan mencabut nyawa orang yang beriman. Dalam konteks yang yang lain, beliau juga mengatakan bahwa andaikan hewan ternak mengetahui sakitnya mati, niscaya manusia tidak akan bisa memakan daging hewan ternak yang gemuk. Selanjutnyai, beliau juga mengatakan bahwa perkiraan berat dan pendeeritaan mati bagi orang mukmin adalah seperti perkiraan tiga ratus pukulan dengan pedang.

Syaddad bin Aus Rah.A. berkata, “Penderitan maut lebih dahsyat dari segala penderitaan dunia, lebih sakit dari digergaji, dipotong dangan gunting, dan direbus dalam periuk. Jika seorang mayat keluar dari kubur, lalu menceritakan kisah penderitaan sakratul mautnya, maka tiada seorang pun di dunia ini dapat hidup dengan senang dan tiada seorang pun yang dapat tidur dengan nyenyak.

Ulama mengatakan bahwa kalaulah tidak dibantu oleh malaikat untuk menghimpit tubuh orang yang nyawanya akan dicabut, niscaya kupaklah loteng rumahnya, akibat dari lentingan tubuh jenazah yang merasa sakit ketika dicabut nyawanya.

Dalam suatu riwayat hadist, dari Jabir bin Abdullah dari Nabi Saw. beliau bersabda, “ Sekelompok orang Bani Israil keluar hingga mereka sampai ke suatu kubur, lalu mereka berkata, “Bagaimana kalau kita mengerjakan shalat kemudian berdoa kepada Tuhan agar Ia mengeluarkan sebagian orang yang mati kepada kita lantas memberitahukan masalah kematian kepada kita.” Mereka pun mengerjakan shalat dan berdoa kepada Tuhan, maka terkabullah apa yang mereka minta, dimana tiba-tiba ada seseorang menampakkan kepalanya dari suatu kubur yang hitam dan sunyi, lantas ia berkata, “Inilah apa yang kamu ingnkan ( untuk diketahui ). Demi Allah, aku telah mati sembilan puluh tahun ( yang lalu ), namun rasa sakitnya mati belumlah lenyap dari diriku sehingga saat ini seakan – akan aku masih merasakannya, maka doakanlah kepada Allah Ta’la untuk mengembalikan diriku sebagaimana keadaan dahulu.” Sedangkan di antara kedua matanya terdapat bekad sujud.

Dalam sebuah kitab dicertakan bahwa nabi Isa As. mampu menghidupkan orang mati dengan izin Allah Swt. Kemudian sebagian orang kafir berkata kepadanya, “Sesungguhnya kamu hanya bisa menghidupkan orang yang baru saja meninggal yang barangkali belum benar-benar mati, coba hidupkanlah untuk kami orang yang telah lama mati!” Beliau berkata kepada mereka, ”Pilihlah siapa orang yang kau kehendaki !” Mereka berkata, “ Hidupkanlah Sam bin Nuh!” Kemudian nabi Isa As. mendatangi kuburan Sam bin Nuh, shalat dua rakaat, kemudian berdoa kepada Allah Swt., maka Allah Swt. menghidupka Sam bin Nuh. Saat itu, rambut kepala dan janggutnya sudah memutih, lalu ada yang bertanya, “Mengapa kamu kini beruban pada hal waktu itu belum ada uban?” Sam bin Nuh menjawab, “Saya mendengar panggilan dan mengira hari kiamat telah datang, maka memutihlah rambut kepala dan janggutku kareana takut. “ Lalu ada yang menanyakan, “Sejak kapan kamu mati ?” Ia menjawab, “Sejak empat ribu tahun yang lalu, namun sakitnya sakratul maut masih membekas.”

Menurut salah satu riwayat mengatakan bahwa tidak ada seorang mukmin yang meninggal dunia melainkan ditunjukkan kepadanya kembali kehidupan dunia namun ia merasa enggan karena tidak ingin bertemu dengan penderitaanmati lagi kecali orang-orang yang mati syahid.

Jika digambarkan sakitnya saat sakratul maut atau saat roh dikeluarkan dari jasad adalah seperti seseorang yang sedang bersusah payah mencabut semua tulang ikan yang masih segar dari dagingnya, tanpa meninggalkan tulang sedikit pun lengket di dagingnya dan tanpa terbawa sedikit pun daging tersangkut di tulangnya. Atau seperti seseorang yang mencoba dengan sungguh-sungguh mengeluarkan biji buah kedondong keluar dari dagingnya, tanpa meninggalkan sedikit pun serabut biji di dalamnya, atau tanpa membawa dagingnya ikut terkeluar bersama bijinya.

Umar Ra. Berkata kepada Ka’ab, “wahai Ka’ab ceritakanlah kepada kami tentang mati. Ka’ab berkata, “Sesungguhnya mati itu ibarat pohon duri yang dimasukkan ke dalam perut manusia, lantas setiap duri itu mengait dengan urat, kemudian ditarik oleh seseorang yang sangat kuat lalu terputuslah urat yang bisa putus dan tersisalah apa yang tidak bisa putus.

Maut begitu mengerikan dan menakutkan. Seberapa jauhkah kengerian dan ketakutan yang diciptakannya? Menjawab pertanyaan ini Rasulullah Saw. menerangkan dalam sebuah hadits seperti berikut.

Ketika Allah Ta”la menciptakan malaikat Maut ( Izrail ), ditutuplah ia dengan sejuta penutup yang terbuat dari beberapa makhluk. Besarnya Malaikat Izrail itu lebih besar dari beberapa langit dan bumi. Andaikan dituangkan air dari berbagai laut dan danau serta sungai di atas kepalanya, maka tidaklah menetes setetes pun ke atas bumi. Sesungguhnya bagian timur dan barat dunia berada di hadapan malaikat Israil bagai meja yang telah diletakkan di atasnya sesuatu dan terdapat di meja itu seseorang yang hendak makan sesuatu yang diinginkannya. Demikian juga malaikat Israil membolak – balik bumi sebagaimana seseorang membolak – balik sekeping mata uang. Malaikat itu diikat dengan tujuh puluh ribu rantai, setiap rantai panjangnya sekitar perjalanan seribu tahun. Tidaklah para malaikat lain mendekat kepadanya, tidak mengetahui tempatnya, tidak mendengar suaranya, tidak mengetahui keadaannya hingga kapanpun.

Tatkala Allah Swt. menciptakan maut dan menguasakannya kepada malaikat Israil, berkatalah ia, “ Ya, Rabbi apakah maut itu ?” Allah Ta’ala memerintahkan kepada tabir-tabir ( hijab ) agar terbuka higga malaikat Izrail mengetahui apa yang disebut maut. Lalu berkata kepada semua malaikat, “ Berhenti dan lihatlah wahai para malaikat kapada maut ini !“. Semuanya berhenti. Allah Swt. memerintahkan maut, “Terbanglah di atas semua malaikat dan hamparkanlah sayap – sayapmu semuanya dan bukalah semua matamu!” Ketika maut itu terbang dan semua malaikat telah menyaksikannya, maka tersungkurlah semua mereka dalam keadaan pingsan selama seribu tahun.

Ketika siuman setelah pingsan, berkatalah ia, “ Ya, Tuhan kami sudahkah Engkau menciptakan makhluk yang lebih besar dari ini ?” Allah Swt. berfirman, “ Sayalah yang menciptakan dan Sayalah yang lebih besar darinya, dan sungguh semua makhluk akan merasakannya. Wahai Izrail peganglah maut itu ! Dia telah Aku kuasakan kepadamu.” Izrail menjawab, “ Wahai, Tuhanku dengan kekuatan apa aku harus memegangnya, pada hal dia lebih besar dariku.” Allah Swt. memberikan kekuatan kepadanya, lalu malaikat Izrail mengambilnya dan tenanglah ia ditangannya.

Malaikat Izrail saja yang begitu besar takut dan

pingsan selama seribu tahun ketika melihat maut.

Bagaimana dengan kita? Maut yang sama dan malaikat

yang sama juga akan menemui masing – masing

kita. Sudahkah kita memikirkan, bersiap diri, atau

merancang suatu strategi jitu untuk menghadapinya?

Jawabannya tentu terpulang kepada masing – masing

kita.

Tidak ada komentar: